Bertapa demi mereka


Alhamdulillah, sampai saat ini aku tidak pernah menawar-nawarkan diri. Apalagi mendaulat bahwa seluruhnya yang aku hasilkan, tidak lain adalah karena jasaku, karena perjuanganku. 

Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ke-Aku-an, aku berlindung kepadaMu dari kesombongan-kesombongan. Kesombongan niat, kesombongan perilaku, maupun kesombongan ilmu.
____
Enam sampai tujuh anak sampai hari ini masih istiqomah mengaji. Mereka nglalar hafalan, duduk tenang, lisannya tiada henti membaca ayat-ayat, ada keikhlasan dan ketulusan untuk mau ‘dibimbing’, pikirannya kokoh. Mereka sunyi diantara binar-binar keramaian, mereka anteng

Mereka dibimbing, tapi tidak oleh seorang guru. Mereka diajari, disinauni, diijazahi, tapi tidak oleh seorang Kyai. 

Jadi, bertapalah kalian untuk TuhanMu. Aku Tanya, siapakah yang meniup hatimu, yang mengerakkan lisanmu, yang mengantarkan kakimu untuk mau nggembol mushaf, untuk tidak terlena oleh gegap gempitanya kenikmatan dan kemalasan..?  

Dan aku bukanlah siapa-siapa. Aku datang hanya untuk sekedarnya. Sejenak menemani saja, dan esok aku sudah menghilang entah kemana.  

Related Posts:

Renung Senja #23

Aku ingin mengatakan bahwa tetaplah menjadi dirimu sendiri. Engkau berdaulat atas sikap dan prinsipmu, engkau merdeka atas segala jeratan dan aturan-aturan. Ini bukan pembelaan apalagi pembenaran mengenai sikap dan perilaku. Tapi merupakan idealitas tentang arti hidup, kemandirian lelaku, dan pijakan berpikir. 

Lihatlah matahari, yang bersinar setiap pagi. Lalu tenggelam kembali saat gelap mulai menanti. Nah, hiduplah seperti alam. Hidup bukan karena kamu berani atau takut, tidak karena kamu sedih atau bahagia, apalagi kamu tergeletak karena penderitaaan. Jangan kamu meletakkan hidup hanya atas keberanian, ketakutan, penderitaan, atau kebahagiaan. ‘Mereka’ semua hanyalah ‘anak buah’, kamulah yang sesungguhnya ‘ketuanya’. 

Penderitaan pun, kalau diolah dan dimanage sedemikian rupa akan menjadi berkah. Dalam momentum tertentu justru kemudahan akan diperoleh melalui penderitaan. Jadi, penderitaan itu baik.  

Related Posts:

Renung Senja #22

Kalau kamu menirukan kokok ayam, sadarlah bahwa kamu bukan ayam. Maka, kalau kamu menafsirkan ayat-ayat Tuhan, ingatlah kamu itu bukan Tuhan. 
 
Maka, jangan berdebat tentang Tafsir. Yang paling benar mengenai kebenaran itu sendiri hanyalah Tuhan. 

Kita bisa lebih cair dan saling menghargai. Silahkan anda memahami dan meyakini hakikat ilmu seperti itu, dan saya pun demikian.

Related Posts:

Renung Senja #21

“bener durung mesthi pener, salah durung mesthi kalah, becik bisa kuwalik”. Benar belum tentu tepat, salah belum tentu kalah, baik dapat terbalik. 
 
Ngene lho rek, lek prasaku setiap kebenaran belum tentu tepat ketika digunakan pada konteks yang berbeda. Misalnya, ngaji itu baik. Tetapi menjadi buruk ketika kamu ngaji, sedang disebelahmu ada temanmu meringik sakit gigi. 

Sederhana tho.

Kira-kira, siapakah yang paling didengar Allah? Suaramu yang mengaji ataukah ringikan temanmu yang sakit gigi?  

Related Posts:

Renung Senja #20

Idealnya, pemahaman mengenai suatu hal adalah ketika anda mampu berpikir komprehensif, meyeluruh, memutari persoalan dari multi sudut pandang yang berbeda-beda. Anda makan tempe, ingatlah bahwa tempe tidak hanya sekedar tempe. Tumbuhkan kesadaran bahwa ketika anda makan tempe, anda harus ingat kedelainya, ingat petani yang menanam kedelai, ingat pabrik tempe, ingat perputaran ekonomi pasar, ingat ekspor impor tempe, semuanya. Satu objek tentang tempe, anda menemukan banyak hal tentang apa saja.

Jadilah orang yang tahu banyak tentang banyak hal. Nah, anjuran maupun idealitas cara berpikir yang demikian sangat sukar ditemukan di kampus, di bangku kuliah, dengan para akademisi, dengan para professor, dengan para doktor.


Berpikirlan mandiri.

Related Posts:

Renung Senja #19

Apakah kita berani memastikan diri bahwa esok hari kita masih hdup. Apakah dengan frame ilmu kita, pengalaman-pengalaman kita, gelar akademis kita, dan apapun saja, kita berani memastikan bahwa semenit kemudian, satu jam kemudian, hingga esok hari, kita masih diperkenankan menghirup nafas oleh Tuhan.

Apakah kita bisa tahu apa yang akan terjadi satu jam kemudian. Apakah kita mampu membaca situasi mengenai apa saja esok hari.

Hidup adalah ketidakpastian. Kita bisa merancang sesuatu jauh-jauh hari, namun apakah bisa memastikan itu semua bisa terjadi. Kita bisa mengatur management, sikap hidup, teknis kegiatan, implementasi teori-teori, dan apapun saja. Namun apakah kita bisa menjamin bahwa aturan-aturan yang sudah kita ciptakan, akan benar-benar terjadi sesuai dengan kehendak kita.
Maka hidup itu tidak pasti, hidup itu seperti malam hari. Gelap, kita butuh lentera untuk menerangi jalan.

Dan lentera itu ada dalam Qalbumu sendiri.  


Related Posts:

Renung Senja #18

Jika engkau sedang bertahajjud, jangan lantas merasa tinggi dengan temanmu yang tertidur pulas. Bisa jadi, temanmu yang tertidur pulas itu lebih ikhlas hatinya, lebih patuh kepada Ibu bapaknya, lebih tulus pengabdiaanya kepada Tuhannya.

Bilamana engkau sedang berpuasa, rendah dirilah kepada sesama. Siapa tahu temanmu yang tidak berpuasa itu lebih tawadhu’ sikapnya, lebih rajin belajarnya, lebih keras perjuangannya.
Tirakatmu, ibadahmu, lelakumu, puasa serta shalat-shalatmu, biarkan dirimu dan Tuhanmu yang tahu.  

Related Posts:

Islam, Arab, Dan Ndungo Coro Jowo

Islam adalah agama yang dibawa Rasulullah, dimana ajarannya, konstelasi kehidupan mengenai tauhid dan apa saja diturunkan di Tanah arab. Akses kebudayaan, kehidupan social, dan apapun saja tidak bisa terlepas dari kultural teritorial yang disebut tanah arab. Cara berpakaianya, bahasa komunikasinya, adat budayanya, misuh serta guyonannya, cara berpikir mengenai Tuhan dan sebagainya Tanah arab menjadi landasan utama ketika orang harus dan akan menafsirkan Islam sebagai agama, sebagai ajaran. 
 
Islam dan tanah arab, mengapa diturunkan di tanah tandus dan gersang. Mengapa tidak diturunkan di Yunani atau Romawi. Keduanya merupakan pusat peradaban ilmu, peradaban filososi, peradaban pengetahuan. 
 
Aku menduga, ini bukan soal pengetahuan atau puncak penemuan peradaban. ada perbedaan yang sangat mengenai tanah arab, Romawi, maupun Yunani. Misalnya dengan pertanyaan mengapa Islam turun di tanah arab. 
 
Anda tahu, bangsa arab dikenal sebagai bangsa militan dalam hal berdagang. Mereka menyebar kemana-mana, menjaring relasi ekonomi, meregulasi barang-barang dagangan untuk mencari laba, melakukan transaksi dengan pedagang dari mana saja, menjalin kerja sama produktif pragmatis untuk keberlangsungan hidup mereka. Maka, berdagang menjadi ‘ideologi’ tatanan social ekonomi bangsa arab pada waktu itu. Demikian adanyalah, Allah menciptakan bangsa arab supaya Islam dapat menyebar kemana-mana. Begitupun Muhammad ketika masa mudanya. Pergi kemana-mana, melakukan perjalanan panjang dengan khabilah-khabilah, menjadi asisten manager dari saudagar kaya raya Khadijah Binti khuwailid. 
 
Jangan lupa, Bangsa arab sedemikian kolotnya, mereka begitu kental rasa persaudaraanya. Maka, perang antar suku menjadi pemandangan yang tidak mengherankan di arab. Maka, Muhammad berani mendobrak kekolotan orang arab dari primordial kesukuan menjadi universal kultural. Adanya suku-suku tetap dipertahankan, hanya saja muatan nilai akhlak, moral, kasih sayang, cinta kepada sesama manusia menjadi utama dalam kehidupan. 
 
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmad “ (Al-Mukminun : 10). 
 
Karena sudah bersaudara, maka pernah salah seorang sahabat mengatakan “ Wahai Nabi, kami adalah umatmu, bukan umatnya nabi Musa (Bani Israel). Kami tidak akan dan tidak pernah ingin seperti mereka, dimana mereka mengatakan “ biarlah Musa dan Tuhannya berperang, dan ketika Musa dan Tuhannya menang, barulah kami akan masuk menjadi bagian dari umat Nabi Musa”. Kami tidak seperti itu wahai Nabi, seandainya engkau menyuruh kami masuk ke lobang api, kami akan memasukinya. 
 
Masuki alam pikiran dan hati bangsa arab, pelajari antropologi keseharian mereka, gen keturunan mereka, demikianlah adanya bangsa arab. Tapi anda tidak perlu menjadi orang arab. Kalau ngomong ndak usah pakek “antum, ana”, kalau memanggil Bapak dengan “Abi”, Ibu dengan “Umi”. Antropologi bangsa Nusantara berbeda, dan jauh lebih dahsyat daripada bangsa Arab.
Allah melindungi Islam salah satunya dengan rasa persaudaraannya bangsa arab dengan mau membela Nabinya, prinsip ajarannya. Yang tampak bukan status atau identitas ke-sukuan, ke-khabilahan, namun kemanusiaan, dan martabat hidup. Puji Allah atas keagunganNya. 
 
Dalam bangsa arab, masih terkandung ajaran-ajaran Hanif Nabiyullah Ibrahim As, seperti thowaf, berkurban, menjamu para tamu Tuhan, dan lainnya dimana semua itu adalah terusannya para Nabi. Bangsa arab menjunjung tinggi garis nasabnya. Nasab keturunan maupun ajarab leluhur yang diturunkan. 
 
Pra Islam, mereka menyembah berhala bukan berarti menyekutukan Tuhan. Mereka bilang “ Lho..kami tidak menyembah mereka kok. Kami tetap menyembah Allah, berhala-berhala ini hanya perantara agar kami semakin dekat dengan Allah”. 
 
Kemurnian pemikiran bangsa arab hanya terkontaminasi oleh kebodohan, ketidaktahuan, maka bangsa arab adalah bangsa yang paling suci dan paling lugu cara berpikirnya. Membunuh bayi perempuan karena dianggap aib keluarga, berbuat riba dianggap taqarrub kepada Allah, berjudi, mabuk-mabukan untuk menunjukkan status social ke-darmawan, membuat patung-patung sebagai wasilah kepada Tuhan. Ketika Muhammad datang, seluruh kerusakan cara berpikir yang demikian dikonstruksi dan ditransformasikan kembali melalui dakwah Muhammad yang santun, tidak feodal, kultural, menjungjung tinggi harga diri dan martabat, dan sebagainya. 
 
Bangsa arab menyadari kekeliruannya, diam-diam membenarkannya, sekalipun masih malu-malu, gengsi, untuk mengakui kebenaran yang dibawa Muhammad. Mereka yang mendapat hidayah, masuk dalam cahaya ajaran Islam, selamat dengan mengikuti ajaran Allah dan rasulNya. Berbahagialah mereka, karena tidak akan diadzab karena dalam dirinya ada Muhammad. 
 
Islam dan Tanah Arab, maka demikianlah al Quran berbahasa arab. Persoalan bahasa, kitab suci, pokok-pokok ajaran Islam, maupun sunnah Nabi dituturkan dalam bahasa ini. Keistimewaannya bahasa arab dimana al Quran sendiri mengakuinya, membuat bahasa ini memungkinkan untuk menjadi sarana yang baik, efektif, tanpa bisa yang signifikan. Bilisanin arabiyyin mubin. 
 
Komprehensitas mengenai sejarah turunnya Islam di arab bukan berarti harus menyimpulkan bahwa sesuatu yang datang dari arab adalah Islam, atau Islam adalah identik dengan arab. Ada batas-batas tertentu yang mengikat dimana arab tidak bisa disamakan dengan Islam, maupun sebaliknya. 
 
Dan aku tak mau berdo’a dengan berbahasa arab, ya kadang-kadang harus memakai karena konteks suatu hal. aku tak bisa memaksakan diri untuk berdo’a dengan bahasa yang tak bisa aku mengerti dan pahami. Kemesraan dengan Tuhan tidak terbatas pada skat-skat bahasa, namun lebih kepada murninya hati dalam meminta. 
 
Ndungo coro Jowo luwih ampuh. Misalnya, “ Ya Allah…lare niku kok uayu tho, kok uadeeeem ngoten. Mbok Njenengan sambungaten ati kulo maring ati lare niko. Amiiiin. 
 
Anda tinggal niteni, kalau Allah berkenan, akan ada keajaiban yang terjadi. ^_^.
__Anshofa, 28 September 2014/03 Dzulhijjah 1435 H__


Related Posts:

Terima kasih atas Nurun ala nur-nya

Memejamkan mata, berusaha mendengar apa yang tak bisa didengar. Keramaian berkata “hanya sunyi yang mengajarkan agar kita tak mendua”. 
 
Memejamkan mata, mentransformasikan materi ke dalam cahaya. Seluruh hal mengenai perempuan, apakah wajahnya, gerak kakinya, bibirnya, matanya, telinganya, tangannya, hingga akal dan hatinya adalah materi. Allah memahatnya sedemian indah apa-apa yang ada dalam diri perempuan. Mengapa perempuan begitu indah. Karena ia mewakili keindahan Tuhan, sedang laki-laki hanya berusaha menafsirkan keindahan itu. Laki-laki yang kelewat batas, akan mengeksploitir keindahan itu menjadi nafsu, syahwat yang tiada habis-habisnya. 
 
Memejamkan mata, mentransformasikan materi ke dalam cahaya. Mushaf al Quran itu materi. Hanya beberapa lembaran-lembaran kertas, tinta-tinta hitam, produk ekonomi yang diperjual belikan, yang memenuhi rak-rak toko buku dan masjid-masjid, dimana Mushaf al Quran dipajang sedemikian rupa. Hanya sekedar mempertimbangkan kepantasan agama. Masak di toko buku dan masjid ndak ada Mushaf al Qur’an. Namun, dimanipulir sedemikian rupa, al Qur’an tidak kehilangan cahayanya. Ia memancar dalam qalbu manusia yang mendapat hidayahNya. 
 
Perempuan yang membaca al Qur’an, adalah titik temu peradaban yang tidak akan pernah dipahami oleh mereka yang tertutup hatinya, menuhankan syahwat sebagai kebahagiaan. 
 
Perempuan yang membaca al Qur’an. Pertemuan agung antara keindahan dan cahaya. Apa yang tidak indah dalam diri perempuan. Ada kecantikan jasad, tubuhnya, kakinya, tangannya, bibir dan semuanya. Pun kecantikan rohani. Halusnya perasaan, kelembutan sifat, ketulusan pengabdian, manisnya senyuman, kebaikan akhlak, kebenaran etika serta moral, ia melampaui batas keniscayaan dimana laki-laki tidak bisa berbuat apa-apa dengan perempuan kecuali dua hal. Mengeksploitasinya ataukah membuatnya bercahaya. 
 
Maka, Perempuan yang membaca al Qur’an, adalah pencaran cahaya diatas cahaya. Nurun ‘ala nur. Memancar terang benderang menuju langit, nylorot bersama gelombang keabadian dimana mereka akan disambut para malaikat sebagai bidadari-bidadari surga. 
 
Aku rela duduk lama, bahkan hingga shubuh pun. Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun tahun aku mau. Aku tak menuntut apa-apa, tak meminta macam-macam. Aku sangat berterima kasih, bersyukur atas karunia dan rahmad karena bersama kalian, aku merasakan pencaran sinar, nurun ala nur. 
 
Aku berdoa kepadamu wahai kalian yang memancarkan sinar ; semoga dipertemukan kembali, semoga selalu bertaburan nur, siapa saja yang berpapasan denganmu merasa senang, siapa saja yang berada didekatmu merasa tenang dan aman, siapa saja yang akan memarahimu menjadi lunak hatinya. Karena wajahmu, berbicaramu, gerak langkah kaki serta tanganmu, perasaanmu, semua yang ada dalam dirimu itu adalah NURUN ‘ALA NUR. Cahaya diatas cahaya. 
 
Kelak, semoga aku ingat coretan ini harus kuberikan kepada kalian. Tidak untuk sekarang, belum waktunya, Allah belum kasih momentumnya.
__Anshofa, 29 September 2014/04 Dzulhijjah 1435 H__

Related Posts:

350 Tahun Indonesia dijajah ?

Mat Gobleh nyruput wedang jahenya, malam ini ia memang sengaja tidak pesen kopi seperti malam-malam biasanya. Pagi hari ia sambatan, misuh-misuh, ada yang tidak beres dengan perutnya. Praktis, seharian penuh ia mlungker. Perutnya sedang tidak bersahabat rupanya, ia terkena asam lambung. Over dosis karena terlalu banyak minum kopi. 
 
Duobol…wetengku KO “ Mat Gobleh memegang perutnya 
 
Makanya ditakar. Minum kopi itu baik, tapi kalau sehari lima sampai tujuh kali, itu namanya israf. Berlebihan. Jadinya malah ndak baik. “ Jelas Imam Roso sambil menyisir rambutnya 
 
Eh So..hari ini aku ada tema yang harus diperbincangkan “ 
 
Tema apa lagi “ 
 
INDONESIA “ 
 
Imam Roso tak menghiraukan, ia sibuk dengan cambang kumisnya. Sudah panjang rupanya. Tumbuh tak beraturan. Begitu juga bulu hidungnya, sudah keluar arena. Entup-entup kata orang Jawa. Merasa tidak dihiraukan, Mat Gobleh menghampiri Imam Roso. Yang dihampiri masih saja sibuk dengan dirinya. 
 
INDONESIA So. Ada fakta baru mengenai sejarah INDONESIA yang ditutup-tutupi orang, yang tidak tercatat dalam buku-buku sejarah. Yok opo ? wes talahh. Kowe kudu ngrungokno presentasiku “ ? Mat Gobleh memelas 
 
Iya lanjutkan ngedabrusmu ..!!! “ 
 
Kita sebagai warga negara Indonesia terlalu men-generalisasi kurun 350 tahun sebagai bentuk penjajahan terhadap seluruh wilayah Indonesia. Kamu tahu So, seorang peneliti dan sejarawan bernama Gj Resink, seorang Belanda keturunan jawa (Jogjakarta) hidup pada masa itu. Ia melihat bahwa belanda hanya berkuasa di batavia, sedang wilayah timur Nusantara, teluk Bima, Teluk Ambon, madura, Bali, berdiri otonom mengikuto sistem kerajaan yang menaunginya “ 
 
Terus aku kudu piye “ Gelitik Imam Roso sembari nyabuti bulu hidungnya 
 
iki lho..tak wacakno arsip karo dokumene. Tahun 1910 hingga 1950 terdapat perjanjian-perjanjian politik antara pemerintah Hindia Belanda dengan Raja-Raja di Nusantara terkait dengan aturan-aturan peperangan maupun hubungan perdamaian. Kemudian, Tahun 1904 mahkamah agung Hindia Belanda tidak mempunyai kewenangan mutlak atas kasus seorang warga kerajaan Kutai kertanegara yang dibawa ke pengadilan Surabaya karena dianggap bukan penduduk dari Hindia Belanda. Hindia Belanda sama sekali tidak berkutik dengan kerajaan- kerajaan yang masih merdeka pada waktu itu “.
Kamu harus tahu So. Dulu kayaknya masih ada lho jual-beli budak. Apakah Hindia Belanda tidak memanfaatkan itu sebagai srategi politik kooptasi pembelaan atas nama kemanusiaan? “ kali ini Imam Roso mulai serius
Termasuk transaksi jual beli budak. Hindia belanda tidak punya urusan terkait hal itu, karena itu masuk wilayah otoritas sistem yang ada dalam budaya kerajaan dan masyarakat. Walondo iku wong goblok, wedian, kalah karo kewibawaane rojo-rojo
Ehmmm….mulai metu misuhe “
Lha terus..!!! mosok wiridan. Hahahaha. Termasuk Hindia Belanda mengakui kedaulatan Surakarta, Jogjakarta, Ternate, dan Tidore, atas peraturan tentang sewa-menyewa tanah yang memang diluar wewenang Hindia Belanda. Hingga sepuluh tahun kemudian warga pribumi sangat merdeka terhadap kolonialisme Hindia Belanda, terbukti mereka mengibarkan bendera-bendera kerajaan ketika berlaut. Itu tahun 1860-1870 So. Ini ditandai dengan kepala Direktur Departemen Perhakiman Hindia Belanda memberikan ketegasan bahwa Selat Sunda, Selat Bali, dan Selat Bangka merupakan laut bebas. Termasuk Tanah Papua, Pulau Aru dan Kei tidak dianggap masuk dalam wilayah Hindia Belanda atau menjadi bagian integral darinya “
Kamu cocok jadi Sejarawan Bleh “ Puji Imam Roso
Raimu Cuk “
Hahahahaahahaha. Mereka berdua tertawa lepas. Mengingkari keadaan yang sebenarnya, bahwa Mahasiswa sudah kehilangan muatan nasionalisme di dalam jiwanya. Yang menjadi primer adalah bagaimana mengejar IPK, lulus dapat kerja, menikah dengan perempuan jelita. Ada banyak hal memang. Seluruh komprehesitas mengenai hidup harus dicari titik subtansinya, hakikatnya.
Kita dan semuanya masih berperang dan selalu kalah oleh dua hal. Pragmatis ataukah Idealis.

Related Posts: