Renung Senja #7


Jangan berputus asa dari rahmad Allah, kalau kau belum apa-apa sudah putus asa, kau menjadi bagian orang-orang yang merugi. Begitu kata Allah. Allah sangat tahu kadar kemampuan, kekuatan para hambanya. Kekuatan mental, berfikir, bergaul, me-manage organisasi dan lain-lain. Jika dikatakan bahwa manusia haram, pantang berputus asa—merasa pun tidak boleh—itu hanya reorika Allah agar manusia sregep memaksimalkan potensi yang dititipkan Allah padaNya. Anda harus pintar membaca dialektika informasi Tuhan. Dengan cara berfikir, merenung, bertadabbur.

Kamu itu belum sregep memaksimalkan potensi kok ujug-ujug mengeluh. Mengeluh itu boleh, dalam batas kewajaran dimana manusia sudah mentok atas apa yang diusahakannya. Itu yang disebut tawakkal, pasrah.

Aku sampai saat ini masih belum faham, mengapa para intepreneur begitu mudah membolak-balik psikologis manusia untuk menemukan kebenaran, memupuk stimulus, memompa semangat para peserta seminar dengan durasi sedemikian singkat itu. kita sangat begitu lemah, pasrah buta, gelap tiada tara untuk nggole’i sendiri siapa kita sesungguhnya. Sensitive terhadap potensi yang diberikan Tuhan pun kita remang-remang, bingung untuk menemukan sak jane aku iki kate dadi opo to.  Dibuatlah seminar interpreneur, mengadopsi, ndlomongi “gombalan” sang interpreneur untuk mewujudkan ini itu dengan mimpi-mimpi, harapan tinggi namun belum pasti. Aku adalah termasuk orang yang anti, alergi mengikuti work shop- work shop begituan. Jangan ditiru.  

Related Posts:

Supra Fit dalam konsep Etika, Moral dan Akhlak.


Dengan teman sebaya, aku tancap gas ke Malang kota. Menghadiri maulid bersama IKAPMII di kantor NU Malang. Supra fit siap menunggu di altar musholla depan. Motor butut tahun 2003 yang sampai hari ini masih setia menemani. Pun dengan konsekuensi logis. Namanya motor butut, perkara mogok, busi hangus, lampu kelap-kelip, rantai kendor menjadi bagian estetik dari ke-bututan motor tahun 2003 ini.

Maaf, keindahan itu tidak bisa terlepas dari tiga hal. Estetika, saintika, dan etika. Aksentuasi penerapannya terserah harus dipandang dari sudut mana dan siapa pelakunya. Termasuk teman sejatiku Supra Fit ini. Di dalam rengekan mesinnya, kelap-kelip lampu sorotnya, mengslenya dua kaca spion, deru knalpotnya dan seluruh anatomi mesinnya.

Estetika itu bentuk keindahan, pesona, aura perasaan yang tak terungkap. Perempuan misalnya. Jika bilogisitas menjadi estetik intuitif pada mata anda memandang, ya sudah yang indah hanya itu-itu saja. Eksploitasi sensual menjadi efek paling mengena, bahwa penilaian anda letaknya pada fisik bukan nilai. Hidungnya, matanya, wajahnya, bodinya, mulusnya, de el el. Supra fitku yang jadul, bagiku menyimpan akselerasi estetik yang sufistik (opo iku.hehehe). jadul itulah nilai estetikanya.  

Tingkat kedua adalah saintika. Pengetahuan. Pengetahuan esensi pada manusia sesungguhnya terletak pada dinamika berfikir, merenung, ber-tadabbur, kritis, sebagai landasan dasar dari proses mereka menggali sesuatu, menerapkan kekhalifahan di dunia. membuat stabilitas dimana ia berada. Ia menjadi mukmin—orang yang setia pada amanat— pengetahuan tentang amanat itulah yang menjadikan nilai keindahan menempati spectrum tinggi dalam pencapaian pengetahuan manusia. Amanat untuk ngedusi motor, ndandani busi, ngelap bodi, mungkin juga rajin nyervis di ahass motor. Heuheuheu.

Yang ketiga adalah etika. Beda terminology antara apa itu etika, moral dan akhlak. Etika itu ketika anda melakukan hal-hal—yang mencakup perilaku manusia—secara spontanitas, tetapi didahului oleh metodoli sikap, hakikat filosoif kemanusiaan, pengetahuan dasar akan kesadaran berperilaku. Ia terbangun dari sikap kritis dan komunikasi antar manusia. Anda bisa ngekos, ngontrak selama dua tahun berturut-turut tapi tidak mengenal teman kos samping kamar anda. Lalu anda mulai membuka ruang untuk mengenalnya, menyapanya, bertegur sapa, main-main ke kamarnya untuk membangun hubungan personal diantara sesama. Itulah etika.

Moral, ia adalah produk dari agama dan budaya. Ia bersifat elastis dan relative. Dimana setiap keberagaman budaya, adat, termasuk agama menyimpan heterogensi moral yang berbeda-beda. Orientasi vertikalnya mengacu pada perilaku positif sosialis. Anda menampung anak-anak yatim, mendidiknya dengan baik, mengasuhnya dengan kasih sayang, memberikan ruang kreativitas-kreativitas, agama melegitiminasi anda termasuk orang-orang yang beriman. Kebudayaan menghargai perbuatan anda dengan orang yang bermoral.

Sedang akhlak. Ia jamak dari lafadh khuluk yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya dan didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan, pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Kesadaran intuitif dalam berperilaku. Setiap pagi, anda berkeliling desa, nyambangi ibu-ibu, nengok ke dapur, lalu memberikan semacam idkholul surur—nambahi uang saku untuk beli beras, uang jajan anak—anda termasuk orang yang berakhlak.

Tiba-tiba aku dikagetkan dengan bau gosong, sepertinya ada yang hangus.

“Aaaaaaa tidaaaaak…!!!”

Busi motorku kobong lagi.  

Related Posts:

Nggole’i shiratal mustakim


1 batang surya….
Oke. Stimulus saja. Tulisan ini hadir ditengah ketidak pentingan mengapa aku menulis ini. Jadi, hanya angin yang menyapa saja.

            Aku sangat sadar, sesadar-sadarnya bahwa aku hidup di sebuah golongan, kelompok yang inferior atas kekuasaan structural. Omek (organisasi mahasiswa ekstra kampus) menjadi ladang, sekaligus lahan ilmu, pengalaman, management diriku sebagai mahasiswa. Dinamika pengetahuan akademis hanya menjadi ilmu samping dimana membuatku merasa bosan, terlalu formal, kaku dan bisa ditebak ending dari pengetahuan tersebut. Formula dan sistematikanya kurang asyik, karena pengetahuan akademis kurang estetetik. Ibarat nasi. Dia menjadi hambar tanpa lauk pauk. 
2 batang….
            Maka,di OMEK inilah aku sesungguhnya belajar, kuliah, dan mengenal berbagai disiplin ilmu praktis. Aktualisasi disiplin ilmu akhlak, moral diantara sesama. Bahwa kau harus tahu siapa diantara temanmu yang kelaparan, mengidap penyakit “kanker” (kantong kering), siapa diantara mereka yang kesulitan membayar Spp. Datangi mereka, rangkul dan tolong mereka. Sensivitas seperti itulah yang terbangun diantara kami dimana tidak terjadi pada teman-temanku yang rajin ke masjid.

            Aku tertawa ria bersama mahasiswa-mahasiswa slenge’an. Bercelana compang, berambut gimbal, dengan segala frekuensi negatif” dimana semua kalangan mencemoohnya. Kami seperti saudara yang dibesarkan dalam satuan dimensi yang sama. Satu tersakiti, anggota badan yang lain menjerit. Kami bersama-sama membangun peradaban “kecil” ditengah hiruk pikuk akademis palsu. Akademis palsu itu menuhankan nilai A, B, C, D dan seterusnya. Menelaah pengetahuan luas tanpa batas dan paksaan. Kau suka sepak bola, maka kau harus serius dalam bermain bola. Kau hafal al-qur’an, maka kau harus setia menjaganya. Kau suka wayang, budaya jawa, music rokc hingga music gendruwo, maka kau tidak boleh berganti pada ilmu lain sebelum kau menguasai ilmu itu semua. Dalam bahasa kami, itulah hakikat shiratal mustaqim. Dalam konteks tanggung jawab inteletual, potensi yang dititipkan Tuhan serta moral.

4 batang…..
            Sudahlah, apapun track record perjalanan anda, diwilayah mana anda bergerak, dibidang pragmatis ataupun filosofis, semoga tidak terbesit satu perasaan sombong. Kita inikan gayanya masya allah, merasa pede kalau mampu terhadap satu hal. Bisa nyanyi, gumede. Pinter debat, ndak mau ngalah. Akademis cemerlang, pasti rangking, hafal qur’an, merasa pasti masuk surga atau apapun sajalah. Perlu latihan agar sebisa mungkin anda terhindar dari rasa sok, sombong. Minimal dengan kesadaran intuitif bahwa anda adalah manusia, yang tidak bisa terlepas dari salah dan dosa.

5 batang….
Aku merasa terlengkapi dengan kehadiran teman, sahabat “satu” ini. Menemani kesendirian ditengah keramaian. Menghibur ditengah tawa yang terlalu dipaksakan. Wa nahnu aqrabi ilaihi min hablil warid, bahwa kurasakan kehadiran Tuhan dalam kesunyian, sunyi sekali. Di alam kehampaan, tapi sesungguhnya hampa bukanlah dari kehampaan itu sendiri. Hampa hanyalah ruang kosong, lorong gelap, teka-teki kehidupan dimana kita tidak tahu bahwa esok hari berada dimana, melakukan aktivitas apa, bergaul dengan siapa, belajar ilmu apa, bahkan berteman dengan kematian atau kehidupan.

Kudengar lantunan ayat-ayat mulia di kolong speaker ketika senja tiba. Menemani sang matahari dalam redupnya. Waktu magrib begitu menakutkan. Iblis, syetan berkeliaran untuk mencari mangsa. Santet-santet beterbangan, mahabbah cinta ditiupkan, genderang perang ditabuh.

Allah…….
Allahuallah…..
                        Allah Allah Allah…
                                    Allaaaaaaaahh, Allah, Allaaaahhhhhhhh……..

Menyayat. Laki-laki berumur yang dianggap gila itu menyanyikan lagu-lagu Tuhan. Ia dianggap tak waras. Setiap pagi, pukul 06.00 Wib aku selalu memergokinya. Kebiasaan yang tidak bisa terlepas darinya adalah ia selalu mencari segelas, sisa-sisa kopi, teh, air putih. Jika terselip beberapa batang rokok, turut diambilnya juga. Setiap pagi dan setiap hari.

            Innaka lamajnun. Wes-wes jarno ae, maklum ia kan gila. Kata teman-teman. Ia diplot orang tak waras, tapi aku selalu mendengarnya menyanyikan syair-syair cinta, untaian puisi indah mempesona. Ia lantunkan kepada Tuhannya. Kepada sang RabbiNya.

Malang, Februari 2013           

Related Posts: